SETARA Institute Memperkuat Langkah Ponghapusan Dlskrlmlnasl Ras dan Etnlc

 

Jak-One.com – Rasisme adalah paham atau doktrin yang menyatakan bahwa perbedaan biologis yang melekat pada ras manusia menentukan capaian budaya atau Individu. Sistem ini kemudian mendorong superioritas suatu ras atas ras Iain yang dianggap Iebih rendah. Dalam praktik, perbedaan biologis ini kemudian menjadi instrumen pembeda yang mewujud dalam bentuk tindakan intoleransi. diskriminasi dan kekerasan. 
Dalam 20 tahun terakhir, republik lnl telah mencatat praktlk dlskrlmlnasl dan kekerasan terhadap etnls Tionghoa pada 1998 dan warga Papua, yang berasal jari ras Melanesia. Dua peristiwa itu, bukan hanya membukukan praktik jehumanisasi terhadap etnis Tionghoa dan Papua, tetapi juga menimbulkan kekerasan perampasan hak dan trauma berkepanjangan. Peristiwa yang baru saja menimpa warga Papua di Surabaya (16/8) bahkan menimbulkan ketegangan baru di tengah warga Papua, yang hingga kini belum teratasi. 
SETARA Institute menentang dehumanlsasl terhadap masyarakat Papua yang hadir akibat pelanggengan rasisme dan stigmatisasi. Pengakuan atas hak yang melekat pada mereka sebagai manusia berada di titik rawan dan rapuh sebagaimana ditunjukkan dengan frekuensi insiden kekerasan terhadap masyarakat Papua yang tinggi sehingga melanggar kebebasan berekspresi dan menyatakan pendapat, hak atas rasa aman, dan hak berpindah. Pelanggaran HAM dan kebebasan masyarakat Papua menjadi catatan buruk berkelanjutan karena kegagalan negara mencari solusi berkeadilan di Papua. 
Pengalaman kekerasan berbasis ras pada 1998 telah meyakinkan pemerintah Indonesia untuk membentuk regulasi yang menjamin dan memastikan kesetaraan ras dan etnis dengan identitas tunggal: bangsa Indonesia. Basis historis kesatuan Indonesia yang dibentuk dari keragaman suku, ras dan agama ini yang dalam banyak episode selalu terkoyak dan menghadapi ujian. Selain jaminan kesetaraan di dalam (onsmusi HI, pada Oktober 2008. Indonesia telah memiliki sebuah jaminan legal yang menjadi Iandasan bagi penghapusan diskriminasi ras dan etnis, melalui UU No. 40/ 008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis. 
UU ini telah menegaskan keberlakuan UU No. 29/1999 tentang Ratifikasi Konvensi penghapusan Diskriminasi Rasial, sebagai hukum domestik Indonesia. Dengan UU ini setiap praktik diskriminasi dapat dikategorikan sebagai tindakan kriminal. UU ini telah menjadi preseden hukum baru dalam disiplin hukum Indonesia, di mana tindakan diskriminasi yang sebelumnya tidak dianggap sebagai sebuah tindakan kriminal, saat bisa dipersoalkan secara hukum (pidana). Berdasarkan UU ini pula, institusi Polri telah menjerat sejumlah orang yang melakukan tindak pidana diskriminasi ras di Surabaya ( 16/8) lalu. 
Stigmatlsasl yang mengendap dl banyak benak warga dalam bentuk ketidakbersediaan berlnteraksl dengan warga yang berbeda ras adalah bentuk normal pasti yang selama ini penghakimannya diletakkan pada domain moralitas sosial. Padahal, iika endapan itu memuncak, maka ekspresi diskriminasi dan perkusl bisa terjadl sebagaimana dialami oleh etnls Tionghoa dan warga Papua. karena itu, mainstreaming tolerans! harus menjadl kebutuhan klta menjaga kesatuan republik. Sabagai sebuah nilai imperatif demokrasi praktik toleransi ham: terus digelorakan untuk memperkuat demokrasi yang sedang tumbuh di indonesia. 
Persekusi rasial yang dialami oleh mahasiswa Papua di Surabaya menggambarkan bahwa kerja advokasl promosi toleransi dan ketersediaan UU Penghapusan Diskrlmlnasl Ras dan Etnis belum menjadi jaminan mengikis endapan rasisme sejumlah warga dan sejumlah aparat negara. Peran pencegahan ini yang tampakny  kosong dan tidak menjadi kerja berkelanjutan. 
Komnas HAM. yang melalui Pasal 8 UU 40/2008 diben mandat melakukan pemantauan. penilaian kebijakan. pencarian fakta terkait diskriminasi ras dan etnik serta menyajikan rekomendasi bagi otoritas negara, tampaknya belum memilik desain kerja yang sistematis dan berkelanjutan, sehingga potensi praktik diskriminasi akan selalu muncul dan berulang. Padahal. dalam penyelesaian perkara diskriminasi ras dan etnis adanya jaminan ketidakberulangan (guarantees of non repetition) adalah bagian interen dari resolusi sebuah perisitiwa diskriminasi. 
SETARA Institute mendorong agar peristiwa yang dialami sejumlah mahasiswa Papua dan warga Papua, semestinya menjadi momentum untuk memperkuat langkah penghapusan diskriminasi ras dan etnis secara berkelanjutan atas semua ras dan etnls yang hldup dan membentuk republik. Bukan hanya Komnas HAM yang perlu bergegas. tetapi juga aparat penegak hukum dan seluruh penyeienggara negara menjadikan  elemen kesetaraan ras dan etnis sebagai variabel penilai berbaga kebijakan negara. 
Kegiatan Diskusi ini diselenggarakan oleh Peaceful Papua Initiative (PPI) dan SETARA Institute, yang bertujuan untuk (1) Promosi penghapusan praktik diskriminasi ras den etnis dan membangun kesadaran publik tentang bahaya rasisme bagi kebhinekaan Indonesia; (2) Mendorong berbagai elemen penyelenggara negara meiakukan upaya upaya penghapusan diskriminasi ras dan etnis dan(3) Menghimpun masukan tentang desain penghapusan diskriminasi ras dan etnis yang berkelanjutan. 
Peaceful Papua Initiative (PPI) adalah inisiatif sejumlah organisasi masyarakat sipil dan elemen civil society untuk mendorong penanganan Papua secara damai dengan menjadikan dialog Jakarta-Papua sebagai instrumen penyelesaian konfiik di Papua. 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *