Marak Kasus Utang Pinjol Capai Triliunan, PPA Institute Tawarkan “Solusi Langit” pada Masyarakat
Jak-One.com – Kasus banyaknya penduduk Indonesia, khususnya warga DKI Jakarta yang memiliki hutang pada aplikasi pinjaman online (pinjol) hingga 10,35 triliun rupiah mendorong lembaga training berbasis Al Qur’an PPA Institute untuk turut aktif memberikan solusinya. Selama ini masyarakat mencari jalan keluar dengan cara mengajukan pinjaman baru untuk menutup pinjaman lama. Padahal, hutang yang ditutup dengan hutang lagi tidak akan pernah lunas terlebih lagi jika di dalamnya terdapat sistem bunga berbunga.
Menurut Helmy Faisal, CEO dari PPA Institute, menyelesaikan masalah dengan masalah bukanlah pilihan yang tepat. Kemudahan akses dalam mendapatkan pinjaman cepat dan instan harusnya diwaspadai sebagai sumber potensi masalah finansial baru di masa depan.
“Standar hidup yang sering kali memicu hawa nafsu untuk segera membeli sesuatu yang tidak dibutuhkan, agar bisa membuktikan eksistensi mereka di lingkungan sosialnya, adalah penyakit hati di masyarakat kita. Dampaknya tidak perlu menunggu waktu yang lama, cukup beberapa bulan atau paling lambat satu tahun sebelum peminjam merasakan efek buruk dari pinjaman yang mereka dapatkan. Dan ini sudah sangat sering terjadi,” tutur pria yang akrab disapa Kang Helmy ini.
Sistem bunga yang diterapkan pinjol, tambahnya, merupakan salah satu sebab munculnya masalah keuangan di kemudian hari.
“Dari sisi agama Islam, bunga adalah sesuatu yang tidak diperbolehkan dan termasuk kategori riba. Kalau kita memulai sesuatu dengan melanggar aturan agama, maka sudah bisa dipastikan bahwa nanti akan menimbulkan masalah. Banyak suami istri yang harus cerai karena tidak tahan dengan intimidasi debt collector dari pinjol. Kita masih ingat kasus bunuh diri karyawati di Gorontalo karena terjerat pinjol. Lalu di Bogor pun kasusnya sama, bunuh diri karena pinjol. Ini sudah sangat memprihatinkan.”
Kang Helmy pun menghimbau bagi mereka yang terjerat pinjol untuk menguatkan diri dengan menggunakan cara-cara agama agar bisa segera keluar dari hutangnya.
“Pertama, kami sering mengajarkan kepada para alumni kami yang terjerat pinjol, untuk segera bertaubat kepada Allah SWT. Melakukan sebanyak mungkin sholat taubat khusus untuk masalah ini. Jangan minta solusi dulu, tapi minta ampun karena telah melakukan dosa besar berupa riba.”
Selanjutnya, katanya lagi, mulai dengan menuruti apa-apa yang diperintahkan agama dan menjauhi apa yang dilarang.
“Kami menyebutnya dengan istilah Manut pada Allah. Ini bahasa lain dari taqwa. Para debitur pinjol yang ingin cepat-cepat keluar dari masalahnya, harus mulai mengikuti amalan yang diperintahkan Al Qur’an. Misalnya sedekah, berbakti pada orang tua, menyambung silaturahim, dan lainnya sambil mengurangi perilaku-perilaku dosa yang selama ini dilakukan.”
Kang Helmy mengatakan bahwa solusi terhadap kasus pinjol ini datangnya dari Allah SWT, bukan dari usaha keras manusia mencari pinjaman baru atau bekerja mati-matian. Karena itulah dibutuhkan ikhtiar langit yang lebih kuat yang mengiringi ikhtiar bumi.
“Kondisi tersebut banyak di alami oleh alumni kami, mulai dari hanya puluhan juta hingga mencapai milyaran rupiah. Namun hal tersebut, cepat atau lambat bisa diatasi, atas izin Allah SWT, saat kesehatan mental dan spiritual bisa di rasakan oleh seorang individu. Karena saat hati kita tenang, akses menuju solusi akan lebih mudah dicapai.”
Ia mencontohkan salah satu alumni dari Masamba, Sulawesi Selatan, yang punya hutang sebesar 700 juta rupiah dari sebuah lembaga keuangan dan akhirnya bisa melunasi pinjamannya.
“Banyak yang tahu tentang keinginan dirinya, seperti barang-barang baru, kendaraan, wisata ke luar negeri, sehingga mereka mengajukan pinjol untuk memuaskan keinginan itu. Tapi tidak banyak yang tahu tentang keinginan Penciptanya, yang melarang untuk melakukan riba. Maka wajar kalau sekarang terjerat hutang ratusan juta sampai milyaran rupiah, karena kita hobi melanggar keinginan Pencipta kita.”
PPA Institute sendiri telah melakukan riset selama 10 tahun kepada lebih dari 120 ribu orang di tiga negara (Indonesia, Malaysia dan Singapura). Konsep yang dinamakan The Fundamental of Miracle Life ini telah sukses memandu masyarakat untuk mendapatkan hidup yang lebih berkualitas berbasis Al Qur’an dan hadist.
“Kalau aturan lalu lintas bisa membuat pengendara dan pengguna jalan selamat di dunia, maka aturan sang Pencipta akan membuat manusia selamat di dunia dan di akhirat. Jika urusan akherat yang lebih berat saja bisa selamat, apalagi sekedar urusan pinjol yang secara hakekat jauh lebih ringan,” tutupnya.
Data Satgas Waspada Investasi (SWI) – OJK mencatat ada 4.567 perusahaan keuangan berbasis online yang ditemukan dan telah di tutup, karena tidak resmi beroperasi, dan masih banyak lainnya yang belum terdeteksi dan berkeliaran di hadapan masyarakat. Sehingga mereka terlibat dalam akad pinjaman tidak resmi, berbunga tinggi bahkan mekanisme penagihan yang tidak sedikit dijalankan secara brutal oleh perusahaan pinjol, sehingga membuat kondisi masyarakat semakin terjebak dalam sistem yang tidak sehat.