Hakim Pengadilan Pajak “Tendensius” Dalam Memeriksa Perkara PT Surya Bumi Sentosa


Jak-One.com – Pada persidangan pertama di Pengadilan Pajak antara PT Surya Bumi Sentosa selaku Penggugat yang diwakili oleh Kuasa Hukumnya dari Rey & Co Jakarta Attorneys At Law yaitu Alessandro Rey, SH, MH, MKn, BSC, MBA, Dharmawan, SE, SH, MH, BKP, Herdi Rampika, SH, dan M. Rizky Ashary, SH. melawan Direktur Jenderal Pajak selaku Tergugat, Majelis Hakim XIIIB (selanjutnya disebut “Hakim”), yang terdiri dari Dian Dahtiar, S.H., M.M. selaku Hakim Ketua, L. Y. Hari Sih Advianto, S.St., S.H., M.M., M.H. dan Dudi Wahyudi, Ak., M.M. masing-masing selaku Hakim Anggota, telah berpihak kepada Tergugat karena Hakim tetap menerima Tergugat untuk hadir dalam persidangan meskipun Surat Tugas Tergugat tidak mencantumkan nomor perkara A Quo.

Menurut Alessandro Rey SH, MH, MKn, BSC, MBA, “Perbuatan Tergugat yang tidak mencantumkan nomor perkara pada Surat Tugasnya, telah melanggar hukum acara sebagaimana diatur dalam ketentuan Angka 2 huruf E butir 1 Keputusan Ketua MA RI No. KMA/032/2007” (“Surat kuasa khusus harus memuat secara jelas dan rinci mengenai hal-hal yang dikuasakan dengan menyebutkan pihak-pihak yang berperkara, Keputusan TUN objek sengketa dan tahapan-tahapan tingkat pemeriksaannya khusus bagi Tergugat harus menyebutkan nomor perkaranya”), sehingga atas hal tersebut Tergugat tidak memiliki kewenangan untuk hadir dalam persidangan mewakili Direktur Jenderal Pajak, tetapi Hakim tidak menghentikan persidangan melainkan tetap melanjutkan persidangan dan menyatakan Hakim tidak tunduk kepada Keputusan Ketua Mahkamah Agung.

Selanjutnya, Hakim Anggota L. Y. Hari Sih Advianto S.St., S.H., M.M., M.H. menanyakan kepada Tergugat apakah SKP yang digugat oleh Penggugat adalah objek gugatan dan Tergugat telah mengakui SKP merupakan objek gugatan sebagaimana tercantum juga di dalam Tanggapan Tergugat, namun Hakim Anggota , L. Y. Hari Sih Advianto S.St., S.H., M.M., M.H. masih bertanya berulang-ulang kepada Tergugat apakah SKP adalah objek gugatan dan menyarankan agar Penggugat dan Tergugat memikirkan kembali jawabannya dan Hakim tersebut pura-pura tidak tahu bahwa SKP adalah objek gugatan sesuai dengan ketentuan Pasal 23 ayat (2) huruf d UU KUP (“Gugatan Wajib Pajak atau Penanggung Pajak terhadap penerbitan surat ketetapan pajak atau Surat keputusan Keberatan yang dalam penerbitaannya tidak sesuai dengan prosedur atau tata cara yang telah diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan”)

Atas pertanyaan Hakim Anggota tersebut yang berulang-ulang, mengindikasikan Hakim telah berat sebelah dalam melaksanakan proses persidangan dan Hakim diduga melakukan hal tersebut supaya Hakim dapat segera membuat putusan tidak dapat diterima (NO), padahal putusan NO hanya dapat diputus karena alasan jangka waktu dan bukan karena alasan objek gugatan (Pasal 23 ayat 2 huruf c UUKUP), sehingga dengan modus demikian Hakim tidak perlu memeriksa materi, saksi fakta, dan ahli seperti yang telah Hakim lakukan sebelumnya dalam perkara-perkara yang diwakili oleh Kuasa Hukum Penggugat (Seperti dalam putusan PT Prima Nusa Jaya Abadi yang sedang diajukan Peninjauan Kembali dimana di awal persidangan, Hakim telah menyatakan Gugatan telah memenuhi ketentuan formal tetapi setelah 5 kali persidangan, Hakim menyatakan tidak dapat diterima dan menolak permohon Penggugat menghadirkan Ahli dan Saksi Fakta. Adapun dugaan alasan kenapa Hakim menolak permohonan Penggugat untuk menghadirkan Ahli dan Saksi karena jika dalil-dalil Penggugat terbukti di muka persidangan, Hakim tidak punya alasan membuat putusan NO)

Sebelum mengakhiri persidangan, Hakim Ketua menyampaikan jadwal sidang berikutnya yaitu tanggal 16 November 2021 yang akan dilakukan secara online, namun Kuasa Hukum Penggugat keberatan dan tidak menyetujui acara sidang secara online. Atas jawaban tersebut, L. Y. Hari Sih Advianto S.St., S.H., M.M., M.H. selaku Hakim Anggota ikut menyampaikan dengan menggebu-gebu dan membabi buta memaksa sidang akan tetap dilakukan secara online tanpa mempedulikan keberatan Kuasa Hukum Penggugat, dengan mengatakan “Anda tidak perlu hadir sidang jika tidak mau sidang online karena yang perlu hadir hanya Tergugat”.

Perbuatan Hakim tersebut tidak sesuai dengan prosedur/tata cara sebagaimana diatur dalam ketentuan Lampiran I Huruf C angka 1c dan 1e Keputusan Ketua Pengadilan Pajak Nomor KEP-016/PP/2020 Tentang Persidangan Secara Elektronik Di Pengadilan Pajak (“1c. Surat Pemberitahuan/Panggilan yang disampaikan kepada Pemohon Banding/Tergugat, dilampiri formulir persetujuan untuk persidangan secara elektronik sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Ketua Pengadilan Pajak ini, 1e. Dalam hal formulir persetujuan tidak disampaikan dalam batas waktu sebagaimana dimaksud dalam huruf d maka persidangan dilaksanakan tidak secara elektronik”).

Berdasarkan uraian fakta persidangan tersebut, perbuatan Hakim yang telah memaksakan sidang online, padahal Penggugat tidak pernah memberikan persetujuan secara tertulis, telah melanggar hukum acara dengan mengabaikan

Keputusan Ketua Pengadilan Pajak dan Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI. Dengan demikian, lanjut Alessandro Rey SH, MH, MKn, BSC, MBA “kami meresevoir (mencadangkan) upaya hukum berupa laporan pengaduan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim kepada Ketua Komisi Yudisial RI, Ketua Badan Pengawas Mahkamah Agung RI, Ketua Ombudsman RI, Presiden Republik Indonesia, serta mengajukan upaya hukum peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung RI demi tegaknya keadilan bagi Klien Kami selaku Wajib Pajak yang terzalimi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *